Fakfak, Mambruks.com- Situs Purbakala Tapurarang merupakan tebing tepi laut yang berada di kabupaten Fakfak, lebih tepatnya selat yang menghubungkan Distrik Kokas dan Pulau Arguni.
Tebing ini adalah salah satu hasil karya manusia di zaman megalitikum yang ikut andil dalam memperkaya sejarah kebudayaan Papua di Tanah Air. Banyak terlukis beberapa cap telapak tangan dan kaki di dinding goa yang seolah menguak kejadian masa lalu. Bagi masyarakat Kokas, lokasi lukisan tebing ini merupakan tempat yang disakralkan.
Tapi, dibalik keunikan dan keindahannya, peninggalan bersejarah ini memiliki sisi cerita misteri yang hingga kini masih menjadi tanda tanya besar bagi penduduk sekitar. Penasaran kan? Yuk, kita simak lebih lanjut!
Baca juga: Keindahan Wisata Pantai Base G Papua
Tidak hanya lukisan telapak tangan dan kaki, Situs Tapurarang juga memiliki lukisan berupa beberapa hewan dan tumbuhan. Lukisannya memang terlihat biasa saja, namun cukup menggambarkan manusia dan kesehariannya.
Teknik lukisannya pun unik karena objek lukisan yang ada dibuat seperti disembur. Tintanya berwarna merah dan GNFI mengungkapkan warna tersebut berasal dari sari tumbuhan. Menariknya, warna merah yang ada di dinding goa ini tidak pernah luntur hingga sekarang walaupun diterpa panas dan hujan.
Itulah mengapa masyarakat setempat mempercayai warna merah di situs Tapurarang berasal dari darah manusia. Faktanya, kata Tapurarang memiliki arti ‘cap tangan darah’ yang dinamai oleh masyarakat setempat untuk situs arkeologi ini.
Baca juga: Misteri Goa Jepang dan Telaga Kerewai di Kampung Dondai Jayapura
Jadi, menurut cerita rakyat masyarakat setempat, lukisan ini adalah wujud orang-orang yang dikutuk oleh arwah seorang nenek setan kaborbor atau hantu yang diyakini sebagai penguasa lautan. Di tebing ini terdapat tulang belulang yang dipercaya kerangka para leluhur masyarakat Kokas.
Perlu diketahui, pada zaman dahulu masyarakat Kokas memang memiliki kebiasaan meletakkan jasad leluhur yang meninggal di tebing, ceruk, tanjung, pohon besar dan gua ditempat yang mereka anggap sakral.