spot_img
ScoopWensislaus Fatubun Jadi Pembicara di Forum PBB Untuk Bisnis dan HAM

Wensislaus Fatubun Jadi Pembicara di Forum PBB Untuk Bisnis dan HAM

Must read

Jayapura, Mambruks.com – Wensislaus Fatubun seorang pembela HAM, antropolog dan pembuat film yang bekerja sebagai tenaga ahli untuk Majelis Rakyat Papua siap tampil jadi pembicara dalam sesi 11 Forum PBB untuk Bisnis dan HAM di Jenewa, Swiss pada 28 November 2022 mendatang.

Didirikan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Forum ini dipandu dan diketuai oleh Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia, dan diselenggarakan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR).

Sesi 11 Forum PBB untuk Bisnis dan HAM mengambil tema “Memperkuat Akuntabilitas untuk memajukan penghargaan bisnis terhadap manusia dan planet dalam dekade berikutnya”. Dengan fokus utama adalah Pemegang hak di pusat. Ini merupakan langkah maju yang besar dalam upaya untuk mencegah dan mengatasi pelanggaran hak asasi manusia yang terkait dengan bisnis.

Prinsip-Prinsip Panduan memberikan platform bersama sebagai tindakan kerangka kerja otoritatif global untuk tugas negara dan tanggung jawab bisnis guna mencapai hasil nyata bagi individu dan komunitas yang terkena dampak, dengan berkontribusi pada globalisasi yang berkelanjutan secara sosial.

Wensislaus Fatubun yang akrab disapa Wensi ini diundang oleh Tim Kerja PBB untuk Bisnis dan HAM, dimana forum tersebut adalah pertemuan terbesar di dunia yang membahas isu bisnis dan HAM.

Wensi menerangkan dengan menekankan bahwa akses terhadap mekanisme yudisial yang efektif adalah “inti dari memastikan akses terhadap pemulihan,” dengan mekanisme non-yudisial sebagai pelengkap penting, kita telah menempatkan pemegang hak dan pertanggungjawaban sebagai elemen sentral dari kewajiban Negara untuk melindungi dan pelaku bisnis memiliki tanggung jawab untuk menghormati hak asasi manusia.

“Sebagai anak Papua yang sedikit mempunyai pengalaman advokasi di PBB sejak tahun 2013, kesempatan ini adalah bagian dari proses advokasi dan kontribusi kami sebagai orang Papua dalam memperkuat komitmen bersama masyarakat internasional terhadap upaya mempromosikan, dan melindungi hak asasi manusia, serta penguatan mekanisme hak asasi manusia terhadap penyelesaian kekerasan terhadap hak asasi manusia”, ujarnya saat dihubungi via whatsapp, Kamis (24/11).

Dia menguraikan, Sejak didirikan pada tahun 2011, Forum PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia tahunan telah mempertemukan ribuan peserta dari pemerintah, organisasi internasional, bisnis, serikat pekerja, masyarakat sipil, komunitas, pengacara, dan akademisi dari seluruh dunia. Berpusat pada Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan Hak Asasi Manusia (UNGPs) – kerangka kerja global bagi Negara dan bisnis untuk mencegah dan menangani dampak kegiatan terkait bisnis terhadap hak asasi manusia – Forum ini telah menyediakan platform multi-pemangku kepentingan yang unik untuk membahas tren dan tantangan dalam mengimplementasikan UNGPs dan mewujudkan ekonomi global yang lebih berkelanjutan.

Lanjutnya, saat UNGP berusia 10 tahun pada Juni 2021, konvergensi COVID-19 dan krisis iklim, di tengah sejumlah tantangan global besar lainnya, menggarisbawahi mengapa kebutuhan untuk menjembatani kesenjangan antara pelaku ekonomi dan penghormatan terhadap manusia dan planet ini semakin mendesak. dari sebelumnya. Dengan latar belakang ini, dan dengan UNGP sebagai titik referensi utama untuk upaya menjembatani kesenjangan ini, Forum tahunan ke-11 mempertimbangkan upaya untuk mengamankan akuntabilitas dan akses terhadap pemulihan, untuk fokus pada bagaimana implementasi UNGP dapat dilakukan, dipercepat dari perspektif pemegang hak.

“Forum ini adalah ruang dialog untuk membangun komitmen bersama, khususnya komitmen negara dan pelaku bisnis terhadap HAM. Di tanah Papua, ada banyak perusahan multinasional yang berinvestasi, dan sudah saatnya perusahan-perusahan itu respek terhadap HAM, khususnya hak-hak orang asli Papua dan forum ini adalah ruang untuk merefleksikan sejauh mana perusahan respek terhadap HAM,” ungkap Wensi Fatubun.

Wensi yang berdarah campuran Kei, Papua (Boven Digoel) ini akan mempresentasikan refleksi bisnis dan HAM dalam paradigma antroposentrisme.

Antroposentrisme, menurutnya adalah paham bahwa manusia adalah spesies paling pusat dan penting daripada spesies hewan atau penilaian kenyataan melalui sudut pandang manusia yang eksklusif. Akibatnya manusia mengolah bumi semaunya, misalnya kasus industri ekstraktif (tambang dan perkebunan) yang mengakibatkan terjadi degradasi lingkungan dan deforestasi.

“Oleh karena itu, saya ingin menghadirkan konsep adaptasi dan mitigasi dalam penyelesaian masalah degradasi lingkungan dan deforestasi dengan belajar dari nilai budaya suku Marind di Merauke,” lanjut Wensi

“Jadi topik utama dlm presentasi saya adalah adaptasi dan mitigasi sebagai upaya menjembatani pedoman HAM dan bisnis.”

Namun, karena tantangan global yang sedang berlangsung akibat pandemi COVID-19, Forum rencananya akan berlangsung dalam format hybrid, secara virtual dan langsung di Palais des Nations di Jenewa, Swiss.

 

Anda dapat membaca berbagai berita-berita teraktual kami di platform Google News.

spot_img

More articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Recent

Popular