spot_img
HeadlinesCSIS Ungkap Implikasi UU Otsus Baru Untuk Pemilu 2024 di Papua

CSIS Ungkap Implikasi UU Otsus Baru Untuk Pemilu 2024 di Papua

Must read

Jakarta, Mambruks.Com-Peneliti Bidang Politik CSIS Arya Fernandez memastikan UU Otsus Papua hasil revisi akan memberi dampak pada Pemilu 2024 di Papua. Dijelaskan Arya, afirmasi politik sebesar 1⁄4 bagi OAP per jumlah kursi di DPRP atau DPRK yang dapat diangkat menjadi anggota legislatif dapat membawa implikasi politik dan elektoral dalam Pemilu 2024.

“Dari sisi kalkulasi politik, akan terjadi peningkatan jumlah anggota dewan yang berasal dari OAP dibandingkan pemilu sebelumnya. Bagian ini akan menjelaskan beberapa implikasi politik dan kebijakan dari regulasi tersebut,” jelas Arya, seperti dikutip dari laman csis.or.id, Jumat (10/6).

Arya menjelaskan, setidaknya ada dua dampak yang ditimbulkan. Pertama, implikasi pada pengaturan ulang daerah pemilihan (dapil). Kata dia, adanya akomodasi bagi 1⁄4 OAP tentu akan mengubah desain dan distribusi kursi dalam pemilu, baik alokasi jumlah kursi per daerah pemilihan atau mekanisme pengangkatan bagi 1⁄4 Orang Asli Papua.

Baca Juga: Mengenal Suku Dani di Papua, Penghuni Lembah Baliem

“Sebagai contoh, untuk DPRP Papua, saat ini memiliki kursi sebesar 55 kursi yang tersebar di tujuh daerah pemilihan dan Papua Barat memilih 45 kursi yang tersebar di lima daerah pemilihan. Dengan adanya UU 2/2021 yang memberikan afirmasi bagi 1⁄4 bagi OAP membuat terjadinya perubahan komposisi anggota DPRP dari partai politik, dari 55 kursi menjadi 42 kursi dan di Papua Barat dari 45 kursi menjadi 34 kursi. Penetapan alokasi dan distribusi 1⁄4 per jumlah total kursi DPRD bisa saja ditetapkan secara proporsional berdasarkan jumlah pemilih pada setiap daerah (kabupaten/kota atau kecamatan),” katanya.

Implikasi kedua adalah implikasi politik di DPRD terutama terkait syarat pembentukan fraksi dan teknis persidangan di DPRD. “Peraturan Pemerintah nanti harus memastikan bagaimana pengaturan terkait fraksi, apakah agregat 1⁄4 kursi dari OAP tersebut dapat membentuk sebuah fraksi atau tidak.

Hal tersebut akan berkaitan dengan revisi UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, terutama pasal terkait pembentukan fraksi. Dalam UU MD3, pembentukan fraksi di DPRD hanya dapat dibentuk oleh partai politik yang mendapatkan kursi paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD Provinsi. Sementara, 1⁄4 OAP bukan bagian dari partai politik. Ini harus jadi perhatian,” ungkap Arya.

Baca Juga: Natalius Pigai Minta KPK Terbuka Sampaikan Posisi Bupati Mimika

Untuk hal tersebut kata dia perlu diatur legalitas 1⁄4 OAP untuk dapat membentuk fraksi politik di DPRD. Kejelasan terkait fraksi ini menjadi penting karena akan berkaitan dengan hal-hal lainnya seperti pembentukan Peraturan Daerah (Perda), proses pengambilan keputusan dan kuorum terhadap Perda, proses pengusulan hak interpelasi, angket atau menyampaikan pendapat.

“Hal lainnya yang perlu diatur adalah terkait komposisi di pimpinan DPRP dan DPRK dan pengaturan pergantian antarwaktu bila ada anggota yang meninggal, mengundurkan diri atau diberhentikan. Bila utusan perwakilan OAP tersebut dapat membuat fraksi, hal tersebut akan mengubah wajah politik di DPRD. Hal itu terjadi karena kemungkinan jumlah total kursi OAP diprediksi akan lebih banyak dari kursi partai yang akan terbagi ke sejumlah partai politik di DPRD,” pungkas Arya.

 

Anda dapat membaca berbagai berita-berita teraktual kami di platform Google News.

spot_img

More articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Recent

Popular