Papua, Mambruks.com- Hooded pitohui, burung kecil endemik Papua Nugini, merupakan pertama kalinya dan satu-satunya yang dikonfirmasi secara ilmiah burung beracun di dunia.
Orang-orang Melanesia di Papua Nugini telah lama mengetahui untuk tidak memegang hooded pitohui.
Awalnya, pada tahun 1990, ornitholog Jack Dumbacher berada di pulau Pasifik untuk mencari burung cenderawasih. Ia memasang jaring di antara pohon untuk menangkapnya, namun yang kena jaring beberapa burung hooded pitohui.
Baca juga: Mengenal Mambruk, Burung Dara Endemik Papua Bermahkota Indah
Ketika ia mencoba meraih burung tersebut dari jebakan, burung tersebut menggores sedikit di jari-jarinya, dan ia secara naluri memasukan jarinya ke mulut untuk mengurangi rasa sakit.
Segera saja, Dumbacher merasa bibir dan lidahnya mati rasa. Kemudian mulai terasa terbakar dalam beberapa jam.
Ia menduga bahwa gejala tersebut disebabkan oleh burung tersebut, ia mencabut bulu burung itu dan meletakkannya di mulut.
Mati rasa dan sakit dengan cepat kembali dirasakan. Ia tanpa disengaja telah menemukan burung berbisa pertama di dunia.
Terdorong ingin mempelajari lebih banyak mengenai pitohuis dan racunnya, Jack Dumbacher mengirim beberapa bulunya kepada John W. Daly di Institut Kesehatan Nasional, yang merupakan ilmuwan terkemuka dalam racun alami.
Selama kurun 1960-an, ia telah mengidentifikasi batrachotoxin racun yang berada pada katak panah berbisa di Kolombia, dan secara kebetulan ia menemukan keluarga racun yang sama pada bulu hooded pitohui.
Senyawa yang dikenal sebagai batrachotoxin (BTX) merupakan racun saraf yang bekerja dengan menghambat aliran ion natrium lewat saluran dalam saraf dan membran otot.
Hal ini menyebabkan mati rasa dan terasa terbakar dalam konsentrasi rendah, dan bisa menyebabkan kelumpuhan diikuti serangan jantung dan kematian, dalam konsentrasi yang lebih tinggi. Senyawa ini dikenal sebagai senyawa paling beracun di alam (250 kali lebih beracun dari strychnine).
Riset berikutnya memperlihatkan bahwa hooded pitohui menyimpan racun di kulit dan bulunya, tetapi juga ada pada tulang dan organ dalamnya, walaupun dalam konsentrasi yang lebih rendah.
Fakta bahwa racun ini ditemukan di dalam sistem internal burung membuktikan bahwa burung ini kebal terhadap racun tersebut.