Jakarta, Mambruks.com- Anggota DPR RI asal Papua Barat turut memberikan reaksi dan komentar monohok terhadap penyataan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko terkait kasus Gubernur Papua Lukas Enembe.
Telah diketahui sebelumnya Moeldoko peringatkan Gubernur Lukas Enembe untuk mematuhi proses hukum yang sedang berjalan.
Moeldoko bahkan menyinggung untuk melibatkan TNI untuk pemanggilan Lukas Enembe yang memiliki banyak massa pendukung.
Baca juga: Moeldoko: Soal Lukas Enembe ‘Apa Perlu TNI Turun Tangan?’
Pernyataan Moeldoko ini menciptakan reaksi tegas dari Wakil Ketua Komite I DPR RI Filep Wamafma.
“Dalam posisi sebagai KSP, Moeldoko seharusnya memberikan komentar yang menyejukan. Situasi yang sedang memanas di Papua tidak perlu dikomentari secara berlebihan, apalagi dalam kapasitas sebagai KSP.” kata Filep, Kamis (29/9/2022).
“Jika ini murni penegakan hukum, kenapa KSP ikut campur? Lagi pula KSP tidak punya wewenang apapun terkait penegakan hukum. Kita lihat Pasal 2 Perpres Nomer 83 Tahun 2019 tentang Kantor Staf Presiden menegaskan bahwa KSP mempunyai tugas menyelenggarakan pemberian dukungan kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pengendalian program-program prioritas nasional, komunikasi politik dan pengelolaan isu strategis. Pasal 3 juga menerangkan hal yang sama.” terang senator Filep
Oleh sebab itu, Filep menekankan, wilayah KSP berada pada bagian komunikasi politik dan tidak mengurus penegaan hukum, apalagi mengatur TNI. Menurutnya, tidak ada satu pasal pun dalam Perpres Nomer 83 Tahun 2019 yang menyebutkan kewenangan KSP mengatur TNI.
Lebih lanjut, anggota Komite I DPR RI ini menyayangkan pernyataan Moeldoko seolah memberi ruang bagi kehadiran TNI dalam kasus Lukas Enembe.
“Pak Moeldoko sebagai seorang mantan Panglima TNI, pasti tahu tupoksi dan wewenang TNI. Jadi berkomentar tentang diperlukannya TNI itu hanya menimbulkan trauma politik yang baru,” lanjut Filep.
“Sudah jadi rahasia umum bahwa pendekatan militer di Papua masih menuai pro-kontra. Terlebih, sakit hati atas kematian orang Papua karena ulah oknum tertentu, misalnya kasus mutilasi, kasus Paniai, dan pelanggaran HAM lainnya, juga masih membekas. Lantas kenapa harus membuat narasi baru tentang diperlukannya TNI dalam kasus masyarakat sipil?”
Menurut mantan anggota Pansus Papua ini, pernyataan Moeldoko itu tidak selayaknya diutarakan dalam situasi Papua saat ini.
“Sebagai wakil rakyat, saya mengingatkan pihak manapun di negara ini, agar jangan membenturkan TNI dan masyarakat Papua. Sudah banyak luka di Tanah Papua karena konflik vertikal semacam itu.” tegas File lagi.
Alumnus Doktor Unhas ini berharap agar semua pihak menahan diri dan membiarkan penegak hukum mejalankan tugasnya.
“Kita serahkan semua pada kerja penyidik. Setiap komentar, apalagi dari pejabat, akan sangat berdampak bagi kedamaian Papua,” pungkas Filep.
salut kk besar