Jakarta, Mambruks.com-Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berharap agar kasus Gubernur Papua Lukas Enembe tidak dipolitisasi. Pangkalnya, sejak Pilkada Papua 2018 lalu, Lukas Enembe kerap diintervensi elemen negara terkait posisi wakil gubernur Papua.
Dalam pernyataan sikap, AHY mengatakan menghormati dan mendukung proses hukum yang sedang berjalan. Kendati demikian, dia berharap agar Lukas diperlakukan secara adil dan tidak dipolitiasasi.
“Kami hanya bermohon agar hukum ditegakkan secara adil. Jangan ada politisasi dalam prosesnya. Juga mari kita hindari, trial by the press,” ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/9).
Baca Juga: Lukas Enembe Tersangka, AHY Minta Kader Demokrat di Papua tetap tenang
Menurut AHY, DPP Demokrat sudah berkomunikasi langsung dengan Lukas Enembe sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komunikasi sempat terhambat lantaran kondisi Lukas yang sedang menurun.
Setelah mendengarkan pengkuan Lukas, AHY mengatakan pihaknya menelaah secara cermat apakah kasus kadernya itu murni hukum atau ada muatan politiknya.
“Mengapa kami bersikap seperti ini? Karna Partai Demokrat memiliki pengalaman berkaitan dengan Pak Lukas Enembe,” kata dia.
AHY menuturkan Pada 2017, DPP Partai Demokrat pernah memberikan pembelaan terhadap Lukas ketika diintervensi elemen negara untuk memaksakan salah seorang bakal calon wakil gubernur untuk mendampingi Lukas di Pilkada Papua 2018 lalu.
Baca Juga: AHY Copot Lukas Enembe dari Jabatan Ketua DPD Demokrat Provinsi Papua
Padahal, kata AHY, Partai Demokrat memiliki wewenang sepenuhnya untuk menentukan calon gubernur dan calon wakil gubernur. Namun, lanjut AHY, saat permintaan elemen negara itu ditolak, Lukas pun diancam.
“Ketika itu, Pak Lukas diancam untuk dikasuskan secara hukum apabila permintaan pihak elemen negara tersebut tidak dipenuhi. Alhamudlillah, atas kerja keras Partai Demokrat, intervensi yang tidak semestinya itu tidak terjadi,” ungkap dia.
Kemudian, pada 2021, ketika Wagub Papua Klemens Tinal meninggal dunia, upaya untuk memaksakan cawagub yang dikehendaki oleh pihak yang tidak berwenang hidup Kembali. Saat itu pun Partai Demokrat kembali melakukan pembelaan secara politik terhadap Lukas.
“Kami berpandangan, intervensi dan pemaksaan semacam ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita,” kata AHY.
AHY menambahkan, pada 12 Agustus 2022, Lukas dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Unsur terpenting pada pasal tersebut adalah adanya unsur perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang serta adanya unsur kerugian negara.
“Tetapi pada tanggal 5 September 2022, tanpa pemeriksaan sebelumnya, Pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan pasal baru, yakni pasal 11 atau 12 UU Tipikor tentang delik gratifikasi,” pungkas AHY.
Baca Juga: Ketua Komnas HAM Kunjungi Lukas Enembe di Papua
Sebelumnya, kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening bersikukuh kliennya tidak bersalah. Dia juga menuding sejumlah elite seperti Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Kepala BIN Budi Gunawan ada di balik kasus kliennya.
Dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Senin (26/9), Roy Rening bahkan menyebut kliennya sedang berhadapan dengan ’14 bintang polisi. Hal itu lantaran setelah Lukas disebut menolak permintaan Budi Gunawan dan ito Karnavian terkait pencalonan Paulus Waterpauw menjadi Wakil Gubernur Papua untuk menggantikan Klemens Tinal.
“Lukas ini bonyok berhadapan dengan jenderal-jenderal polisi. Pak Lukas berhadapan dengan 14 bintang polisi. Dua bintang empat, dua bintang tiga, enam tambah delapan kan empat belas bintang, bonyok Gubernur Papua,” kata Roy.
Roy mengaku pernyataan yang disampaikannya itu merupakan hasil penelitian khusus. Dia bahkan menuding Budi Gunawan dan Tito Karnavian hendak mendongkel Lukas Enembe tanpa proses demokrasi.
Selain itu, kata Roy, Lukas Enembe kerap mengeluh dirinya dibuntuti oleh seseorang yang tidak dikenal seusai menolak permintaan Budi Gunawan dan Tito Karnavian.
“Oleh oknum-oknum di BIN, diikuti terus tidak bebas, punya privasi terganggu,” katanya.