Jayapura, Mambruks.com-Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua DR. A.G. Socratez Sofyan Yoman menanggapi pernyataan Pangkostrad Letjen Maruli Simanjuntak perihal mutilasi empat warga sipil di Timika, Papua pada 22 Agustus 2022 lalu.
Dalam sebuah pernyataan di media, Maruli menyebut jika kasus mutilasi warga sipil di Timika bukanlah pelanggaran HAM berat. Sebab, menurut Maruli, suatu kasus dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat apabila dilaksanakan institusi.
Menurut Pendeta Socratez, apa yang disampaikan Maruli Simanjuntak tersebut sangatlah keliru. Sebab, belum pernah ada sejarah dimana pasukan TNI atau Polri ke Papua dikirim atas nama oknum.
“Lae, saya mau bilang ini. Pemerintah tidak pernah mengirim batalion oknum. Ingat, pemerintah tidak pernah mengirim pasukan oknum. Dikirim malah pasukan tentara atau polisi republik Indonesia dalam satu kesatuan,” ujar Pendeta Socratez dalam sebuah video pendek yang beredar di media sosial, sebagaimana dikutip Mambruks.com, Sabtu (17/9).
Baca Juga: 4 Jenazah Korban Mutilasi Timika Dikremasi
Berikut pernyataan lengkap Pendeta Socratez:
Pada kesempatan ini saya berusaha menanggapi pernyataan Pangkostrad Letjen Maruli Simanjuntak yang mengatakan mutilasi empat warga sipil di Timika, Papua itu bukan pelanggaran berat HAM. Saya mengutip pernyataan beliau bahwa oh beda , kalau pelanggaran HAM berat itu menggunakan kekuatan institusi. Itu pelanggaran HAM. Itu disampaikan pada detikNews, 15 September 2022.
Lae, sa mau kasi tau ko. Lae, kami tau, kami mengerti bahwa mutilasi empat warga sipil yang dilakukan TNI dan juga penyiksaan tiga warga sipil di Mapi, yang satu meninggal, itu bagian integral yang tak terpisahkan dari operasi militer yang merupakan perintah negara.
Saya mau kasi tau Lae, pada 5 Desember 2015 Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir Joko Widodo memerintahkan tangkap seluruh pelaku penembakan di Papua, tumpas hingga akar. Itu Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo yang sampaikan.
Baca Juga: Yan Permenas Kritik Prabowo dan KSAD Dudung Absen Bahas Kasus Mutilasi di Papua
Perintah itu didukung lagi oleh Wakil Presiden Hj Jusuf Kalla pada tanggal 6 Desember 2018. Jusuf Kalla pernah mengatakan, kasus ini, polisi dan TNI operasi besar-besaran.
Pernyataan Presiden dan Wakil Presiden ini diperkuat oleh pernyataan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Bambang sebagai Ketua DPR RI pernah menyatakan dalam pernyataannya DPR usul pemerintah menetapkan operasi militer selain perang di Papua.
Pernyataan operasi militer ini juga didukung oleh Wiranto. Wiranto pada saat itu Menkopolhukam. Wiranto sampaikan soal KKB di Nduga, Papua kita habisi mereka. Itu dinyatakan pada Kompas, 13 Desember 2018.
Lae, saya mau bilang ini. Pemerintah tidak pernah mengirim batalion oknum. Ingat, pemerintah tidak pernah mengirim pasukan oknum. Dikirim malah pasukan tentara atau polisi republik Indonesia dalam satu kesatuan.
Sehingga kami melihat, kami mengalami, kami merasakan dan kami menyadari, operasi militer atas perintah negara secara tersistematis, terstruktur, terprogram, meluas, massif dan kolektif.
Kami melihat perilaku para penguasa yang rasis, fasis, barbar, kriminal, dan juga berwatak teroris.
Kami ini manusia sama seperti orang Indonesia. Jangan merendahkan martabat kemanusiaan kami, harga diri kami dengan memutilasi, dengan menyiksa kami.
Dan setelah menyiksa, membunuh, dan dibayar dengan uang dan uangnya diletakkan di atas peti mayat.
Buka hati nuranimu. Hati nurani kemanusiaan. Sudah cukup, kami manusia. Tanah Papua adalah tanah milik kami. Tanah yang diberikan oleh Allah kepada leluhur kami, dan kepada kami dan anak cucu kami. Berhenti.
Mutilasi yang terjadi pada tanggal 22 Agustus 2022 itu adalah tindakan negara. Kejahatan negara. Pelanggan berat HAM. Sehingga seluruh kasus ini harus diselesaikan.
Itu yang saya sampaikan kepada Lae. Horas. Tuhan memberkati Bapak dalam tugas, dalam keluarga.