Mambruks.com-Hubungan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto selama pemerintahan Jokowi memang telah mencuri perhatian.
Prabowo, yang pernah menjadi saingan kuat dalam pemilihan presiden sebelumnya, kini tampaknya menjadi salah satu menteri yang paling setia dan mendukung pemerintahan Jokowi.
Prabowo, yang pernah menjadi rival kuat dalam pemilihan presiden sebelumnya, saat ini terlihat sangat mendukung pemerintahan Jokowi. Prabowo bahkan tak ragu memuji kepemimpinan Jokowi.
Namun, pujian dan dukungan terbuka Prabowo kepada Jokowi menimbulkan pertanyaan apakah ini adalah bentuk loyalitas tulus atau apakah ada motif politik yang lebih dalam. Meskipun loyalitas politik adalah bagian dari dinamika politik, skeptisisme publik muncul ketika Prabowo tampak sangat mendukung Jokowi.
Pujian dan dukungan terbuka yang diberikan oleh Prabowo kepada Jokowi menimbulkan pertanyaan di benak banyak orang mengenai apakah ini adalah bentuk loyalitas yang tulus atau apakah ada motif politik yang lebih dalam.
Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan judicial review (uji materi) terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimum untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, yaitu 40 tahun.
Uji materi ini bertujuan untuk menurunkan batas usia menjadi 35 tahun atau bahkan 25 tahun, asalkan seseorang pernah menjabat sebagai penyelenggara negara seperti gubernur, bupati, atau wali kota.
Spekulasi muncul bahwa langkah ini didorong oleh keinginan untuk mengakomodasi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, yang saat itu berusia 36 tahun dan menjabat sebagai Wali Kota Solo.
Kabar bahwa Prabowo Subianto, calon presiden (capres) dari Partai Gerindra, menawarkan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) dalam Pilpres 2024 semakin menambah kompleksitas situasi politik.
Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah uji materi ini benar-benar menciptakan sebuah “jebakan Batman”, yaitu situasi di mana Prabowo, dengan bermain di sisi Jokowi, mencoba menguntungkan Partai Gerindra dan putra Jokowi dalam pemilihan presiden mendatang? Ada beberapa pendapat yang dapat dibahas dalam konteks ini.
Pertama, bisa dilihat bahwa uji materi ini menimbulkan polemik dan memicu kejadian di masyarakat. Bagi beberapa pihak, penurunan batas usia minimal capres dan cawapres adalah upaya untuk memperluas kesempatan partisipasi politik generasi muda. Sementara bagi yang lain, ini dianggap sebagai langkah politik yang hanya bertujuan untuk memuluskan jalan bagi Gibran.
Sebagai pemilih dan warga negara, kita perlu mempertimbangkan apakah langkah ini ditujukan untuk kepentingan umum atau hanya untuk kelompok kepentingan tertentu.
Kedua, pertimbangan lebih lanjut mengenai perlunya disampaikan mengenai hubungan antara Jokowi dan Prabowo. Apakah Prabowo benar-benar sejalan dengan visi dan program Jokowi, ataukah ada kemungkinan bahwa Prabowo dan Partai Gerindra memiliki agenda tersendiri yang mungkin saja bertentangan dengan pemerintahan Jokowi? Kita perlu memahami bahwa politik adalah arena di mana jebakan dan permainan terselubung seringkali terjadi.
Lanskap Politik ke Depan
Apabila Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi ini dan menurunkan batas usia calon presiden dan wakil presiden, hal ini akan memiliki dampak pada politik Indonesia. Prabowo dapat terlihat sebagai sosok yang mendukung kebijakan yang menguntungkan Gibran sebagai calon wakil presiden.
Namun, jika publik merasa bahwa langkah ini adalah upaya politik untuk menguntungkan Gibran dan Partai Gerindra, maka Jokowi bisa menghadapi penurunan popularitas. Terutama jika pemilih merasa bahwa keputusan ini kurang menjunjung prinsip-prinsip demokrasi yang adil dan setara.
Pun jika Mahkamah Konstitusi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan proses hukum tanpa memihak, maka ini dapat memperkuat kepercayaan pada lembaga-lembaga tersebut dan demokrasi secara keseluruhan. Sebaliknya, jika proses ini dipandang sebagai campur tangan politik, hal ini dapat merusak kepercayaan pada lembaga-lembaga demokratis.
Keputusan MK juga dapat mempengaruhi reaksi partai politik lain. Partai-partai yang tidak terkait dengan “jebakan Batman” mungkin merasa kebijakan ini tidak adil, dan ini dapat mempengaruhi dinamika persaingan dan persaingan politik yang lebih luas.
Namun perlu diingat, hasil dari keputusan MK juga akan berdampak langsung pada dinamika Pilpres 2024 mendatang dan setelahnya. Jika batas usia capres-cawapres benar-benar diturunkan, maka akan ada lebih banyak kandidat potensial yang memenuhi syarat. Ini bisa mengubah lanskap politik dan memunculkan lebih banyak pesaing atau calon lain yang mungkin diajukan oleh partainya.
Pada akhirnya, langkah-langkah yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mengambil keputusan atas uji materi ini akan menjadi penentu utama dalam memahami dinamika politik di masa mendatang.
Keputusan MK akan menimbulkan konsekuensi politik yang mendalam, dan apakah keputusan ini akan memperkuat loyalitas Prabowo terhadap Jokowi atau menimbulkan keraguan dan ketidaksetujuan di tengah masyarakat adalah pertanyaan penting yang harus dijawab.
Tentu saja, masyarakat harus terus mengikuti perkembangan politik dengan cermat dan memahami bahwa dalam politik, seringkali ada lebih banyak hal yang terjadi di balik layar daripada yang tampak di permukaan.
Oleh Marselinus Gual, S. Fil, M.IKom*
Alumni Pascasarjana Universitas Mercu Buana (UMB) Jakarta